Politik Luar Negeri bebas - aktif pertama kali dicetuskan oleh Moh. Hatta pada tanggal 2 September 1948, di depan para kelompok kerja KNIP melalui pidatonya. Di dalam pidatonya Hatta menjelaskan bahwa Indonesia tidak perlu memilih antara pro Amerika atau pro Soviet, sehingga Indonesia tidak lagi menjadi sebuah objek di dalam perjuangan politik internasional. Yang dimana memiliki arti bahwa, Indonesia harus menjadi subjek yang memiliki hak dalam menentukan pilihannya sendiri. Lalu pada tanggal 16 September 1948, Hatta menjelaskan bahwa politik luar negeri Indonesia harus berdasarkan dengan ditetapkannya oleh kepentingan negara yang telah dijalankan melalui situasi yang sesuai dengan kenyataan yang sedang dihadapi. (Suryadinata, 1998, 32-22)
Mengacu pada UU RI NO 37 Tahun 1999 Pasal 3 yang dimaksud dengan "bebas aktif" adalah politik luar negeri yang pada hakikatnya bukan merupakan politik netral, melainkan politik luar negeri yang bebas menentukan sikap dan kebijaksanaan terhadap permasalahan internasional dan tidak mengikatkan diri secara a priori pada satu kekuatan dunia serta secara aktif memberikan sumbangan, baik dalam bentuk pemikiran maupun partisipasi aktif dalam menyelesaikan konflik, sengketa dan permasalahan dunia lainnya, demi terwujudnya ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Yang dimaksud dengan diabdikan untuk "kepentingan nasional" adalah politik luar negeri yang dilakukan guna mendukung terwujudnya tujuan nasional sebagaimana tersebut di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Referensi
Leo, Suryadinata. (1998). Politik luar negeri Indonesia di bawah Soeharto. 32-33. Retrieved November 14, 2022. from https://repository.unej.ac.id/handle/123456789/10548
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG RE (n.d.) jdih.kemenkeu.go.id.https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/1999/37TAHUN1999UUPenjel.htm